Rabu, 12 Mei 2010

Untitled-2 Berdasarkan buku Pedoman Budidaya Walet yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar, sarang burung walet ditemukan di Indonesia di daerah Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1720 oleh seorang lurah yang bernama Sadrana.  Suatu hari, saat Sadrana berenang di pantai, dia melihat banyak burung walet beterbangan dan kemudian masuk ke dalam sebuah gua .Sadrana dan teman-temannya memasuki gua tersebut dan menemukan sarang burung walet di dinding-dinding gua yang berwarna putih keperak-perakan. Kemudian, mereka mengambil beberapa sarangnya dan dibawa kepada Sultan Katasura setelah dimasak. Sultan Katasura sangat menyukai sarang burung walet tersebut Sejak saat itulah, sarang burung walet menjadi komoditas yang sangat berharga danhanya dimakan oleh orang-orang yang sanggup membeli sarang tersebut.

Walaupun cerita ini menggambarkan awal mula konsumsi sarang burung walet di Indonesia, namun kita juga harus mempertimbangkan pengaruh kebudayaan Cina terhadap kebudayaan Indonesia terutama di bidang pengobatan tradisional. Ini berdasarkan fakta bahwa di Cina orang-orang mulai memakan sarang burung walet ratusan tahun sebelum Sadrana memperkenalkan sarang burung walet kepada Sultan Katasura.

Menurut Agromedia Indonesia, sarang burung walet mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di pulau Jawa ketika seorang muslim yang bernama Tohir Sukarama pulang ke kampung Sedaya, Gresik. setelah beberapa tahun tinggal di tanah suci Mekah. Dia mendapati rumahnya telah menjadi tempat bersarang walet. Karena dia sudah mengetahui bahwa nilai ekonomi sarang burung walet sangat tinggi, maka dia pindah ke rumah yang baru dan mulai memelihara burung walet di rumah lamanya.  Karena teknik budidaya walet dengan cara ini berhasil, beberapa orang kemudian mengikuti teknik tersebut, tetapi hanya orang yang berhubungan dekat dengan Sukarama. Kemudian setelah beberapa tahun teknik merumahkan walet mulai tersebar luas.

Pada akhir tahun 1980-an “para ilmuwan pun mulai melakukan penelitian mengenai walet dan teknik-teknik merumahkannya. Sejak saat itu, teknik budidaya walet mulai banyak dipublikasikan lewat buku panduan manual, pelatihan, seminar, dan agen-agen konsultan” . Pada tahun 1989, berbagai pihak yang berkecimpung dalam budidaya walet bertemu dalam seminar budidaya walet. Termasuk dalam pihak-pihak ini adalah pemerintah, peneliti dan para praktisi walet dari Indonesia dan luar negeri. Seminar ini membahas tentang teknik budidaya burungwalet yang masih tersembunyi dan tersebar sehingga industri tersebut bisa berkembang.

Ada tiga jenis burung walet yang bisa dikomsumsi sebagai makanan antara lain: Collocalia fuciphaga, Collocalias maxima dan Collocalia esculenta (burung sriti). Ada satu jenis burung walet lagi yaitu Collocalia germani, tetapi menurut pendapat Chantler dan Driessens (1995), Collocalia germani termasuk dalam spesies Collacalia fuciphaga sehingga  merupakan spesies tersendiri.

Collocalia germani tidak ditemukan di Indonesia, namun burung tersebut ditemukan di negara lain di Asia seperti Vietnam. Dalam dunia akademik ada perdebatan yang menyatakan bahwa burung-burung ini seharusnya tidak termasuk jenis burung Collocalia tetapi termasuk dalam jenis Aerodramus, tetapi di dalam skripsi ini akan digunakan jenis Collocalia karena itu adalah jenis burung walet yang biasanya ditulis di dalam buku-buku dan perdebatan juga belum diputuskan.

Collocalia fuciphaga adalah jenis burung yang banyak dicari karena burung tersebut bersarang putih. Collocalia fuciphaga ditemukan di Cina selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Sumatra dan Kalimantan burung tersebut bisa hidup sampai ketinggian 2800 meter di atas permukan laut, tetapi di Jawa dan Bali burung ini biasanya hidup dekat pantai di dalam gua yang gelap dan dalam, dengan menggunakan echolocation didalam gua.

Burung tersebut kira-kira berukuran 12 sentimeter, dadanya berwarna hitam kecoklatan dan warna punggung lebih kelabu. Ekor burung ini bercabang, paruhnya berwana hitam dan kakinya juga berwarna hitam.

Collocalia fuciphaga dan Collocalia maxima tidak dapat dibedakan dari Collocalia esculenta kecuali dari sarangnya. Collocalia maxima membuat sarang dengan air liur seperti fuciphaga tetapi sarangnya bercampur dengan bulu burung sehingga harga sarangnya lebih rendah. Namun demikian, karena keduanya membuat sarang dengan air liur dan sarangnya hanya sedikit berbeda, orang Indonesia menyebut Collocalia fuciphaga dan Collocalia maxima dengan nama burung walet. karena itu dalam skripsi ini akan digunakan kata burung walet untuk kedua jenis burung tersebut. Sementara sarang Collocalia esculenta sangat berbeda dari sarang burung walet karena esculenta membuat sarang dari daun, bulu burung dan hanya sedikit air liur. Orang Indonesia menamakan burung ini burung seriti dan harga sarangnya jauh lebih murah daripada sarang burung walet karena sarangnya hanya mengandung sedikit air liur. Harga sarang burung seriti kira-kira satu juta dua ratus ribu rupiah per kilogram sedangkan harga sarang burung walet antara tujuh juta sampai empat belas juta rupiah per kilogram tergantung kualitasnya.

Ada empat kelas sarang burung walet yang dihasilkan di Indonesia. Kelas keempat adalah sarang yang paling kotor sehingga harganya paling murah. Sarangnya sangat kotor karena telur walet sudah ditetaskan atau terbuat dari air kotor. Harga sarang kelas empat kira-kira tujuh sampai delapan juta rupiah per kilogram.

Kelas ketiga agak kotor tetapi terbuat dari air liur dan bulu burung. Sarang kelas tiga berharga kira-kira delapan sampai sembilan juta rupiah per kilogram. Sarang walet kelas dua tidak terbuat dari bulu burung tetapi sarangnya masih sedikit kotor. Kotornya bisa dikarenakan burung tersebut bertelur tetapi telurnya kemudian diambil setelah menetas. Harga sarang kelas dua kira-kira sepuluh sampai dua belas juta rupiah per kilogram.

Kelas yang tertinggi adalah sarang yang paling bersih, warnanya sangat putih dan tidak ada bulu burung. Sarang seperti ini adalah sarang yang paling banyak diminta dari pemilik gedung walet karena harga sarang ini paling tinggi, kira-kira dua belas sampai empat belas juta bahkan lebih per kilogramnya.

Disamping kelas-kelas sarang berwarna putih ada juga sarang burung walet yang berwarna merah. Sarang merah asli adalah sarang yang jarang didapat karena sarangnya terbuat dengan campuran air liur dan darah, tetapi sarang ini sangat jarang sehingga harganya merupakan yang tertinggi, kira-kira empat belas juta rupiah atau lebih per kilogram. Sarang burung walet juga bisa dibuat agar berwarna merah tetapi warnanya sedikit berbeda dengan sarang merah asli.

Untuk membuat sarang berwarna merah di dalam gedung walet harus mempunyai banyak air dan diberi campuran amoniak ke dalam airnya. Amoniak membantu sarang menjadi warna merah tetapi harga sarang ini tidak setinggi sarang merah asli. Harga sarang yang dibuat merah masih tergantung dengan kualitas sarang tetapi sedikit lebih mahal dari pada sarang putih biasa.

Artikel Terkait



1 komentar:

Pangeran Mimpi mengatakan...

AGEN JUDI TOGEL | BANDAR TOGEL TERPERCAYA | LIVE CASINO GAMES ONLINE

WWW.PANGERANMIMPI.LIVE
WWW.PANGERAN88.COM
WWW.PANGERAN88.NET merupakan situs untuk pencinta permainan togel online serta berbagai macam permainan Live Casino Games yang menarik disiarkan secara LIVE 24 jam. Dengan system enkripsi tingkat tinggi menjamin keamanan dan kerahasian data dari member-member kami.

Daftar dan bergabung bersama kami di PANGERANMIMPI - BANDAR TOGEL ONLINE TERPERCAYA,

Posting Komentar

Komentar anda...